Sayyidatuna Aisyah ra. merupakan ummahatul mukminin yang dikenal dengan kedermawanannya. Saking dermawannya, sampai-sampai terkadang beliau lupa untuk menyisakan sebagian hartanya untuk dirinya sendiri.
Suatu ketika Sayyidatuna Aisyah ra. mendapatkan hadiah 2 karung penuh yang isinya berupa uang dirham sebanyak 100.000 dirham dari para sahabat, setelah meraih kemenangan perang di masa itu.
Suatu ketika, Sayyidatuna Aisyah ra. meminta beberapa nampan dan mengisinya dengan uang dirham tersebut. Lalu, ia membagi-bagikannya sampai menjelang sore hari dan tidak tersisa sedikitpun. Hari itu, dia sedang berpuasa. Pada saat berbuka, ia berkata kepada hamba sahayanya,
“Hidangkanlah makanan untuk berbuka!”
Hamba sahayanya menghidangkan sepotong roti dan minyak zaitun, kemudian berkata,
“Alangkah baiknya jika seandainya tadi menyisikan beberapa dirham agar kita bisa berbuka dengan daging hari ini.”
Sayyidatuna Aisyah RA berkata,
“Mengapa baru engkau katakan sekarang? Jika tadi engkau mengingatkanku, tentu aku akan menyisakan beberapa dirham untuk kita”.
Kehidupan Sayyidatuna Aisyah RA sangatlah sederhana. Bahkan untuk berbuka puasa pun ia harus diingatkan pelayannya. Ia membagi-bagikan 100.000 dirham tanpa berpikir harus menyisihkan beberapa dirham.
Di lain kesempatan, suatu hari Sayyidatuna Aisyah ra. sedang berpuasa. Kemudian datanglah seorang pengemis ke rumahnya. Waktu itu tidak ada sdikitpun makanan di rumah beliau kecuali hanya sepotong roti. Beliau ra. berkata kepada pelayannya,
“Berikan roti itu kepadanya!”
Pelayannya sedikit menolak,
“Tapi di rumah ini tidak makanan kecuali roti itu”
Sayyidatuna Aisyah RA berkata lagi,
“Berikan saja roti itu!”
Akhirnya, roti itu diberikan kepada si pengemis. [1]
Sahabat Abdullah bin Zubair ra. adalah keponakan Sayyidatuna Aisyah. Ibn Zubair sangatlah disayang oleh bibinya. Hingga seolah-olah bibinyalah yang telah merawat dan membesarkannya. Ibnu Zubair kurang menyukai kedermawanan bibinya yang dianggap berlebihan.
Suatu ketika, Ibn Zubair berkata kepada seseorang,
“Walau bagaimanapun, aku ingin mengehentikan kebiasaan bibiku yang berlebihan itu.”
Berita ini akhirnya terdengar oleh Sayyidatuna Aisyah ra, bibinya. Beliau sangatlah marah dan bersumpah tidak akan berbicara dengan Ibn Zubair lagi. Bahkan tidak ingin bertemu dengannya.
Sejak saat itu, Ibn Zuabair sangatlah menyesal dan bermaksud ingin meminta maaf kepada bibbinya tersebut. Diapun mengajak cucu Baginda Nabi saw, Sayyidina Hasan dan Husein agar membantunya untuk memintakan maaf bibinya.
Sayyidina Hasan dan Husein mengunjungi rumah Sayyidatuna Aisyah ra. dan meminta izin memasuki kamarnya. Setelah mendapat izin masuk, Ibn Zubair mengikuti keduanya memasuki kamar Sayyidatuna Aisyah ra. Setelah duduk dibalik satir (penutup), dan Sayyidatuna Aisyah juga duduk di balik satir, Ibn Zubair menerobos satir dan langsung memeluk bibinya tersebut dan meminta maaf. Sedangkan Sayyidina Hasan dan Husein membantu dengan membacakan hadits-hadits tentang ancaman orang-orang yang memutuskan tali silaturrahmi.
Setelah berulangkali dibacakan hadits-hadits tentang orang yang memutuskan tali silaturrahmi, beliaupun terisak dan mau berbicara lagi dengan keponakannya. Kemudian, sebagai tebusan sumpahnya, ia berkali-kali membebaskan hamba sahaya hingga 40 budak. Dan ketika Sayyidatuna Aisyah ra. teringat akan peristiwa trsebut, ia selalu menangis hingga membasahi pakaiannya.[2]
Author: Halimah Achmad, Img:Â faruqngabar.