Pembicaraan tentang cinta seolah lautan tak berujung pantai. Di setiap masa tak pernah bosan orang-orang membahasnya. Mulai dari agamawan, sastrawan, ilmuwan, hingga tukang becak tak kehabisan bahan membahas cinta melalui sudut pandang dan gaya masing-masing. Hanya karena satu kata ini, triliunan syair lagu digubah, berbagai kisah dinaskah, dan puisi-puisi dideklamasi. Karena cinta, banyak orang menuju surga. Karena cinta pula, tidak sedikit yang harus mampir menuju neraka.
Seseorang tidak akan pernah hidup tanpa merasakan cinta. Mau tidak mau, senyampang ia masih bernyawa, pasti pernah bertemu cinta. Bohong kalau seseorang mengaku tidak pernah merasakan cinta. Selama hidup seseorang pasti pernah mencintai, sekurang-kurangnya mencintai diri sendiri.
Cinta adalah sumber kehidupan, inspirasi, rezeki hingga petaka. Bagi mereka yang mampu mengolah cinta dengan tepat, niscaya bahagia yang didapat. Sedangkan mereka yang tak mampu mengaturnya dengan benar, pintu bencana baginya terbuka lebar. Cinta adalah perasaan ekstrem yang apabila tidak ditangani dengan tangan kebijaksanaan, maka dapat menimbulkan kebinasaan.
Cinta tidak identik dengan kemauan syahwat yang diilhami oleh bisikan setan durjana. Cinta adalah suci yang harus dijaga dengan ekstra hati-hati agar tidak menjadi bencana dalam kehidupan. Cinta harus dikontrol dengan keimanan yang kuat.
Dari mana datangnya cinta? Diakui atau tidak, cinta bermula dari tercerapnya keindahan. Keindahan seringkali mengundang cinta untuk bertandang ke lubuk hati seseorang. Ketika seseorang melihat gadis cantik, bohong kalau mengaku sama sekali tidak tertarik. Tak jarang, saat awal mata memandang, hati langsung jatuh bukan kepalang. Rasa ketertarikan itu tidak bisa ditolakkarena memang watak alamiah manusia tertarik pada sesuatu yang anggun. Bahkan Tuhan memproklamirkan dirinya sebagai Dzat Yang Maha Indah dan oleh karena itu Dia menyenangi keindahan.
Disadari, setiap orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyerap keindahan. Boleh jadi, seseorang memiliki tingkat kepekaan sangat tinggi sehingga ia sangat peka merasakan keindahan di sekelilingnya. Bagi para ulul albab, mereka mampu menyerap keindahan ayat-ayat Tuhan—baik qauliyyah maupun kauniyyah—yang terhampar sehingga bisa bertemu dengan Sang Pencipta Keindahan. Pengalaman estetis nan mengasyikkan senantiasa mereka dapatkan. Sungguh suatu nikmat tak terkatakan jika hati telah dipenuhi oleh keindahan. Di mana-mana mereka diliputi cahaya. Dalam pesta cahaya, mereka dimabuk oleh anggur cinta. Sedangkan bagi mereka yang berhati legam, keindahan tak lain hanyalah nyanyian sumbang.
Agar perasaan seseorang dapat menjadi peka terhadap keindahan, terkadang butuh berlatih dan belajar. Pertanyaannya, kepada siapa seharusnya seseorang belajar untuk menjadi peka terhadap keindahan itu? Bagi seorang muslim, seharusnya panutan utama yang paling nampak adalah teladan Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah manusia mulia berhati nirmala. Tak ada seorangpun manusia yang kesucian hatinya menyamai sang Nabi. Keadaannya yang ummi tak menghalanginya untuk dapat mencerap keindahan ayat-ayat Tuhan di langit dan bumi. Jika meneledani Nabi adalah sebuah keharusan, mengapa kita tidak meneladaninya untuk peka merasakan keindahan? Jika memang benar-benar mencintai Nabi, kenapa tidak darinya kita belajar mencintai?
Demi tidak salah langkah dalam mengawal, mengarahkan serta mengekspresikan cinta, maka ada beberapa catatan penting sebagai berikut:
Pertama, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus dijadikan dasar dan harus diutamakan.
ان يكون الله ورسوله احب اليه مما سواهما
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ [التوبة: 24]
“Katakanlah, Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (At-Taubah: 24)
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَّكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلَهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُّحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ للهِ، وَأَنْ يَّكْرِهَ أَنْ يَّعُوْدَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُّقْذَفَ فِي النَّارِ) (رواه البخاري(
“Barang siapa ada tiga perkara padanya, ia telah mendapatkan manisnya iman, yaitu hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya dari apa yang selain keduanya, hendaklah ia mencintai dan membenci seseorang semata karena Allah, dan hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran, sebagaimana ia benci jika akan dicampakkan ke dalam neraka”. (HR. Bukhari)
Kedua, cinta kepada selain Allah dan Rasul-Nya, termasuk cinta kepada sesama manusia, harta benda, jabatan dan yang lainnya harus didasarkan dan diarahkan karena Allah.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ [آل عمران: 14[
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 14)
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ. (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن(
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan)
Ketiga, jadikan cinta Allah menjadi sasaran akhir dari perjalanan cinta.
الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبى اعطنى محبتك ومعرفتك
Keempat, kendalikan dan control cinta dengan keimanan, agar member kebahagiaan di di akhirat.
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
“Ya Allah, hiasilah (diri) kami dengan perhiasan (keindahan) iman, serta jadikanlah kami sebagai orang-orang yang (selalu) mendapat petunjuk (dari-Mu) dan memberi petunjuk (kepada orang lain)”. (HR. Imam Ahmad)
Buku saudara Muhammad Taufiq Maulana, penulis produktif dari tanah katulistiwa ini sangat penting dan bermanfat untuk dikonsumsi khalayak agar belajar bagaimana mengolah cinta, menjalin hubungan, serta mengakrabi keindahan langsung dari sang panutan, Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam. 40 hadits yang dijabarkan dalam buku ini setidaknya dapat menjadi referensi umat untuk memahami perasaan Nabinya. Dari buku ini, diharapkan pembaca belajar menjalin hubungan cinta sebagaimana Nabi melakukannya. Pesan-pesan yang terkandung dalam setiap sabda yang terucap adalah hikmah tak ternilai.
Semoga buku ini dapat memberikan pembaca nutrisi untuk memekakan rasa, menanam keindahan dengan benih-benih sabda. Tak lupa, semoga penulisnya diganjar syafaat Nabinya. Amin.
Sukorejo, 05 11 2014
Muhyiddin Khatib, M.H.I