Sedih Yang Terpuji Dan Tercela

0
580

Sedih Yang Terpuji Dan Tercela

Setiap orang pasti pernah bersedih tatkala diberi cobaan atau ujian oleh AllahTa’ala. Perasaan sedih ataupun kecewa yang kita rasakan tersebut tidak akan dapat merubah segala sesuatu yang telah terjadi. Perasaan sedih itu sendiri bisa terpuji dan bisa pula tercela. Kapan sedih  itu berbuah pahala dan sebaliknya? Hal itu diterangkan oleh Ibnu Taimiyah berikut ini. Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Sedih tidaklah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” Bahkan kadang sedih itu terlarang dalam beberapa keadaan tatkala dikaitkan dengan hal agama.

Seperti firman Allah Ta’ala, “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imron: 139).

Begitu pula firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan” (QS. An Nahl: 127).

Allah Ta’ala juga berfirman, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita” (QS. At Taubah: 40).

Dalam ayat lain disebutkan pula, “Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka” (QS. Yunus: 65).

Juga Allah Ta’ala berfirman, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu” (QS. Al Hadid: 23).

Sedih yang kita rasakan tidaklah bisa mendatangkan manfaat, tidak pula menolak bahaya. Jadi, kadang sedih itu tidak bermanfaat. Seseorang yang bersedih tidaklah dikenai dosa jika tidak dikaitkan dengan sesuatu yang haram. Seperti yang terdapat pada orang yang tertimpa musibah sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh Allah tidaklah menghukum seseorang karena tetesan air mata dan kesedihan hati. Akan tetapi, Allah hanyalah menyiksa atau mengasihi hamba karena sebab (sabar atau keluhan) lisan ini (sambil beliau berisyarat dengan lisannya)”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetesan air mata dan sedihnya hati, dan tidaklah kukatakan selain yang Allah ridhoi”.

Dalam firman Allah Ta’ala disebutkan (mengenai kesedihan Ya’qub), “Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)” (QS. Yusuf: 84).

Ada sedih yang berbuah pahala dan terpuji. Dari sisi lain yang dinilai berpahala, Misalnya adalah sedih karena musibah menimpa agamanya dan sedih karena musibah yang menimpa banyak kaum muslimin. Sedih seperti ini bernilai pahala dari sisi hati yang cenderung pada kebaikan dan membenci kejelekan. Akan tetapi jika sedih tersebut sampai meninggalkan hal yang diperintahkan yaitu tidak sabar, meninggalkan jihad, tidak meraih manfaat atau malah mendatangkan mudhorot (bahaya), maka sedih semacam ini jadi terlarang. Dan sedih seperti itu bisa jadi sesuai dengan dosa yang hilang karena kesedihannya.

Adapun jika sedih mengantarkan pada lemahnya iman dan lalai dari perintah Allah dan Rasul-Nya, maka sedih kala itu menjadi tercela dari sisi ini. Namun barangkali terpuji dari sisi yang lain (Majmu’ Al Fatawa, 10: 16-17).

Sobat, sedih ada yang bernilai dosa jika sampai dilampiaskan dalam melakukan yang haram. Dan ada sedih yang berbuah pahala jika sabar dalam musibah. Dan tidak selamanya orang yang sedih dengan meneteskan air mata menjadi tercela. Selama lisan tidak banyak menggerutu dan mengeluh terhadap takdir, artinya bersabar, maka bisa berbuah pahala.

Ya Allah, berilah kesabaran pada kami dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan. Ya Allah, gantilah setiap kesedihan kami dengan kebahagiaan dan pahala.

Wallahu a’lam

Sumber : Gaul Fresh

Tinggalkan Balasan