Ketua Komisi Nasional Pendidikan (KOMNASDIK) Aceh, Dr. Rahmat Saputra* mendorong pemerataan penggunaan teknologi digital untuk memperbaiki mutu pendidikan di Aceh. Hal ini ia sampaikan menanggapi pernyataan mantan rektor USK sekaligus tim kerja Pj Gubernur Aceh, Prof Dr Ir Samsul Rizal yang menyarankan agar sekolah di Aceh untuk tidak menerima calon guru dari lulusan fakultas keguruan dengan akreditasi C.
Rahmat mengatakan mungkin saja beliau lupa atau kurang update dengan pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim sendiri yang mengatakan Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi dan akreditasi tidak menjamin mutu. Daripada mengkambinghitamkan lulusan fakultas keguruan dengan akreditasi C, lebih baik kita mencari solusi yang aplikatif. Salah satunya dengan mendorong berbagai pihak untuk menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran.
“Masalah utama rendahnya mutu pendidikan kita karena keterbatasan jumlah guru yang terampil dan berkualitas apalagi di daerah-daerah terpinggir dan terpencil. Kemudian keterbatasan bahan ajar yang bermutu dan mahalnya biaya pendidikan yang berkualitas. Hampir semua masalah di atas dapat diselesaikan dengan penggunaan teknologi digital,” jelas pendiri Internet Cerdas Indonesia ini pada Senin, 29 Agustus 2022.
Menurut Rahmat, para murid dapat belajar dari guru terbaik di Indonesia bahkan Dunia melalui teknologi digital. Mereka bisa mendapatkan bahan ajar yang bermutu. Mereka juga dapat merasakan metode pembelajaran yang asik dan menyenangkan yang dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar & kemampuan mereka. Mereka dapat belajar teknik berhitung & rumus cepat yang telah terbukti. Mereka bisa belajar bahasa asing dan menjadikannya sebagai habit tanpa harus keluar negeri. Dan banyak lagi yang bisa dilakukan melalui teknologi digital.
“Persoalannya ada tidak yang mau menfasilitasi dan mendampingi mereka? Tidak ada murid yang bodoh, yang ada hanya murid yang belum tahu metode belajar efektif. Tidak ada murid yang malas, yang ada hanya murid yang belum termotivasi untuk belajar. Disinilah peran kita para orang tua, guru dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Rahmat menjelaskan, Pemerintah hanya perlu menambah sarana dan prasarana standar, minimal laptop, proyektor & aplikasi pendidikan untuk pemerataan penggunaan teknologi digital ini diseluruh sekolah yang ada di Aceh, baik sekolah negeri atau swasta.
“Tidak cukup itu saja, yang terpenting pemerintah dan pihak-pihak terkait harus serius mengimplementasikan ini. Orang tua & guru perlu disosialisasikan cara penggunaan aplikasi pendidikan yang efektif bagi peserta didik. Murid juga perlu diedukasi dan didampingi bagaimana mengoptimalkan aplikasi-aplikasi pendidikan tersebut. Tentu saja ini akan berjalan jika orang tua & guru dapat menjadi fasilitator yang baik. Jika tidak, murid belum tentu tertarik untuk menggunakan aplikasi pendidikan, mereka akan lebih tertarik bermain game online, menonton Youtube, IG, atau Tiktok,” jelasnya.
“Ini yang harus kita pikirkan bersama. Tidak produktif memperdepatkan masalah akreditasi prodi atau perguruan tinggi, Provinsi lain sudah mengarah ke pengoptimalan penggunaan teknologi pendidikan, bahkan Kemdikbudristek sudah mengembangkan beberapa platform digital untuk mendukung proses ini seperti aplikasi Merdeka Mengajar, Rumah Belajar, dan Kihajar STEM. Belum lagi aplikasi sejenis yang juga cukup efektif mendukung proses pembelajaran seperti Meja Kita, Brainly, Kelas Pintar, Kipin School 4.0, Icando, Zenius, dan Ruang Guru, dan lain-lain, ” sambungnya.
Rahmat juga mengusulkan agar disetiap Focus Group Discussion (FGD) melibatkan perwakilan dari Komisi Nasional Pendidikan (KOMNASDIK) Aceh yang pengurusnya tersebar diberbagai daerah di Aceh agar mendapatkan gambaran yang utuh terkait dengan tantangan dunia pendidikan saat ini.
“Jika mutu pendidikan Aceh dianggap rendah karena peringkat nilai kelulusan masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui UTBK yang berada di posisi 26 untuk tes mata pelajaran Soshum dan 24 untuk tes Saintek, sebenarnya ada solusi yang cukup aplikatif. Kami minta kepada Pemerintah Aceh baik melalui BPSDM atau Dinas Pendidikan, tolong alokasikan dana pendidikan khusus bagi murid yang akan mengikuti UTBK untuk diikutkan dalam program bimbingan belajar (BIMBEL) intensif UTBK SBMPTN baik secara offline, maupun online. Kami yakin & percaya mereka mampu. Hanya terkadang mereka belum diajarkan metode atau trik cepatnya. Boleh dialokasikan tahun ini atau tahun depan, insyaAllah kami yakin tahun berikutnya peringkat nilai UTBK Aceh pasti akan meningkat,” pungkasnya.
“Kami positive thinking saja terkait dengan pernyataan Prof Samsul, mungkin maksudnya agar perguruan tinggi di Aceh terus berbenah, memperbaiki diri, dan serius mengelola lembaga pendidikannya, salah satunya dengan berusaha meningkatkan akreditasi. Ini kami apresiasi,” tambahnya yang juga wakil ketua forum pimpinan PTKIS Aceh.